Wednesday, March 9, 2016

Makalah Sosiologi Pendidikan

PENDIDIKAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia hidup selalu lekat dengan orang lain. Salah satunya lingkungan dalam bermasyarakat yang juga tak pernah lepas dari interaksi manusia. Banyak masyarakat yang kurang menyadari dan kurang peka terhadap adanya hubungan antar kelompok. Padahal, setiap hari kita mengalami dan melakukan hal tersebut. Kembali pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Hal itulah yang menyebabkan adanya hubungan diantara berbagai kelompok. 
Status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat terjadi di dalam maupun di hingga pergaulan di luar sekolah. Anak pejabat enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumahnyapun sangat sedikit.
Saat ini status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat terjadi di dalam maupun di hingga pergaulan di luar sekolah. Anak pejabat enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumahnyapun sangat sedikit. Dari salah satu contoh realita tersebut timbulah perbedaan-perbedaan itu mungkin golongan minoritas di kalangan murid-murid, yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menguraikan bagaimana pendidikan dan hubungan antar kelompok  itu sebenarnya.

I.2 Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian pendidikan?
2.         Apa macam-macam antar kelompok?
3.         Bagaimana hubungan pendidikan dengan antar kelompok?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.[1] Pendidikan secara luas dan umum dimengerti sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa.[2] Pendidikan adalah proses bimbingan secara sadar seorang pendidik sehingga aspek jasmani, rohani, dan akal anak didik tumbuh dan berkembang menuju terbentuknya pribadi, keluarga, dan masyarakat yang berbudi.[3]
Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.[4]
B.     Pengertian dan Antar Kelompok
Sherif dan Sherif (1956) memberikan pengertian bahwa kelompok adalah unit sosial yang terdiri dari beberapa individu sebagai anggota kelompok di mana individu-individu tadi mempunyai status atau peranan tertentu dan dalam unit sosial tadi berlakulah serangkaian norma-norma yang mengatur tingkah laku kelompok. Suatu unit sosial menunjukkan adanya hubungan-hubungan sosial, jalinan reaksi yang timbal balik. Suatu kelompok sosial tentulah mempunyai jangka waktu tertentu hidupnya bahkan ada yang permanen, misalnya keluarga.[5]
Untuk memulai pembahasan mengenai kelompok, hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam konsep kelompok ternyata mempunyai berbagai makna. Dikalangan ahli sosiologi kita jumpai berbagai usaha untuk mengklasifikasikan jenis kelompok; diantaranya ialah klasifikasi dari Robert Biersterdt.
Bierstedt menggunakan tiga kriteria untuk membedakan jenis kelompok, yaitu ada tidaknya organisasi, hubungan sosial diantara anggota kelompok, dan kesadaran jenis. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut bierstedt kemudian membedakan empat jenis kelompok, yaitu: kelompok-kelompok statistik (statistical group), kelompok kemasyarakatan (societal group), kelompok sosial (social group), dan kelompok asosiasi (associational group).
Kelompok statistik merupakan kelompok yang tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut diatas, kelompok yang tidak merupakan organisasi, tidak ada hubungan sosial antara anggota, dan tidak ada kesadaran jenis. Oleh bierstedt dikemukakan bahwa kelompok statistik ini hanya ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan para ilmuwan sosial. Contoh yang dapat disajikan untuk kelompok statistik ini adalah pada anak-anak yang dikelompokkan dalam kategori terendah tersebut (yang kadangkala dinamakan kelompok balita) maupun dalam kelompok umur berikutnya tidak dijumpai organisasi, kesadaran mengenai keanggotaan dalam kelompok  atau pun hubungan sosial.
Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan diantara mereka. Di dalam kelompok jenis ini belum ada kontak dan komunikasi diantara anggota, dan juga belum ada organisasi. Menurut bierstedt kelompok ini dijumpai persamaan kepentingan pribadi tetapi bukan kepentingan bersama. Misalnya apabila dikelompokkan menurut jenis kelamin maka penduduk Indonesia terdiri atas sekian laki-laki dan sekian perempuan. Pengelompokan ini menghasilkan kelompok kemasyarakatan, karena baik pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikelompokkan itu terdapat kesadaran akan jenis kelamin mereka masing-masing tetapi tidak ada organisasi yang mengikat seluruh perempuan atau laki-laki yang dikelompokkan itu, dan diantara seluruh anggota masing-masing kelompok pun tidak dijumpai hubungan sosial.
Kelompok sosial merupakan kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. Misalnya kelompok teman, kerabat, dan sebagainya.
Kelompok asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi ketiga kriteria tersebut diatas. Dalam kelompok ini para anggotanya mempunyai kesadaran jenis, dan menurut bierstedt dalam kelompok ini juga dijumpai persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Di samping itu diantara para anggota kelompok asosiasi kita jumpai adanya hubungan sosial (adanya kontak dan komunikasi). Selain itu juga dijumpai adanya ikatan organisasi formal. Misalnya kita pernah masuk dalam anggota kelompok asosiasi organisasi sekolah, gerakan pramuka, senat mahasiswa, parpol, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, Robert K. Merton salah seorang sosiolog yang banyak menulis mengenai konsep kelompok. Dalam salah satu tulisannya merton mendefinisikan konsep kelompok sebagai sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan.
Merton menyebutkan tiga kriteria objektif bagi suatu kelompok. Pertama, kelompok ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi mendefinisikan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok.
Konsep lain yang diajukan pula oleh merton ialah konsep kategori sosial (social categories). Kategori sosial adalah suatu himpunan peran yang mempunyai ciri sama seperti jenis kelamin atau usia. Antara pendukung peran tersebut tidak terdapat interaksi.

B.1 KELOMPOK SOSIAL
Manusia pada dasarnya adalah makhluk social memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri mausia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregarious sehingga manusia juga disebut social animal. Seseorang sosiolog, di dalam menelaah masyarakat manusia akan banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok social baik yang kecil ataupun kelompok-keompok yang besar. Kelompok social atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan diantara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.[6]
Menurut penulis dapat disimpulkan kelompok social adalah sekumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi sehingga tumbuh rasa kebersamaan dan rasa memiliki. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku anggotanya.


a.       Klasifikasi kelompok sosial
1)      William G. Sumner, mengemukakan adanya in-group atau we-group dan out-group atau others-group atau every bodyelse.
                                                    a.             In-group, ada asosiasi ke arah mana tiap-tiap anggota kelompok kesetiaan dan solidaritas, seperti adanya persahabatan dan kerjasama.
                                                    b.                Out-group, adanya interaksi sosial dalam hubungan in-group yang satu dengan in-group yang lain.
2)      Cooley, mempergunakan dasar we and the group dari Summer yang mengemukakan adanya jenis-jenis kelompok sosial-sosial primer, sekunder, dan tersier, atas dasar intimitas perasaan individu-individu terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok lainnya.
b.      Fungsi Kelompok Sosial
Fungsi kelompok sosial dapat bersifat individual dan sosial.
·         Fungsi individual daripada kelompok ialah dalam taraf-taraf tertentu dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, dapat memiliki pengetahuan-pengetahuan yang esensial, kecakapan, sikap yang sesuai dengan pengalaman-pengalaman pendewasaannya dalam kelompok yang lebih luas.
·         Fungsi sosial daripada kelompok adalah meningkatkan kerja sama, meningkatkan semangat serta produktivitas dalam kelompok, dan dapat menuai prestasi dalam kompetisi.
c.       Dinamika Kelompok Sosial
Masyarakat dan kebudayaan manusia itu tumbuh dan berkembang terus menerus, jadi ada perubahan-perubahan ke arah kemajuan. Perubahan-perubahan di dalam tingkah laku masyarakat tidak selalu berjalan lancar, tetapi seringkali terdapat hambatan-hambatan, misalnya gejala-gejala vested interest (kelompok yang berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan pribadi) dari kelompok.
Kelompok selalu tunduk pada dua tipe kekuatan yang berlawanan
1.    Kekuatan atau sentripetal, yang berusaha kepada kelangsungan kelompok, menentang perubahan-perubahan. Kekuatan sentripetal di dominasi oleh golongan yang telah tua, adanya perkembangan vested interest, adanya formulasi tertentu pergantian pimpinan, dan sebagainya.
2.    Kekuatan sentrifugal, yaitu yang berusaha merusak kesatuan dari dalam dan menghasilkan perubahan atau pelepasan anggota.
B.2 KELOMPOK TIDAK TERATUR
Setelah membicarakan kelompok social yang teratur kini tiba waktunya untuk secara garis besar menguraikan kelompok-kelompok social yang secara relative tidak teratur, misalnya kerumunan, public dan lain sebagainya. Bermacam-macam bentuk kelompok social yang tidak teratur tadi pada dasarnya dapat dimasukan kedalam dua golongan besar yaitu kerumunan dan public.
1.      Kerumunan (Crowd)
Sangat sukar untuk menerima suatu pendapat yang mengatakan bahwa sekumpulan manusia semata-mata merupakan koleksi manusia-manusia secara fisik belaka. Setiap kenyataan adanya manusia berkumpul sampai batas-batas tertentu juga menunjuk pada adanya suatu ikatan social. Walaupun mereka berada disatu tempat secara kebetulan. Kerumunan jelas tidak terorganisasi. Ia dapat mempunyai pimpinan, tetapi tidak mempunyai system pembagian kerja maupun sisitem pelapisan social.
Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Paling tidak batas kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telinga dapat mendengarkan. Kerumunan tersebut akan segera tamat setelah orang-orangnya bubar. Jadi, kerumunan merupakan suatu kelompok social yang bersifat sementara.
Puncak aksi kerumunan akan dilalui apabila secara fisik mereka sudah lelah dan tujuan bersama tercapai. Individu-individu yang merupakan suatu kerumunan, berkumpul secara kebetulan disuatu tempat, dan juga pada waktu yang bersamaan. Seiring dikatakan bahwa kerumunan timbul dalam celah-celah organisasi social suatu masyarakat. Sifatya yang sementara tidak memungkinkan terbentuknya tradisi dan kebudayaan yang tersendiri. Adapun bentuk-bentuk umum kerumunan, yaitu sebagai berikut:
a.       Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur social
b.      Kerumunan yang bersifat sementara
c.       Kerumunan yang berlawanan norma-norma hukum
2.      Public
Berbeda dengan kerumunan, public lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televise, film dan lain sebagainya. Alat-alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu public mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi karena jumlahnya yang sangat besar, tak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tak ada. Setiap aksi individu diprakasai oleh keinginan individual (misalnya dalam pemungutan suara dalam pemilihan umum), dan ternyata individu-individu dalam suatu public masih mempunyai keasadaran akan kedudukan social yang sesungguhnya dan juga masih lebih mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi dari pada mereka yang tergabung dalam kerumunan.[7]
Dengan demikian, tingkah laku pribadi kelakuan public didasarkan pada tingah laku atau perilaku individu. Untuk memudahkan mengumpulkan public tersebut , digunakan cara-cara dengan menggandengkan nilai-nilai social atau tradisi masyarakat yang bersangkutan, atau dengan menyiarkan pemberitaan-pemberitaan baik yang benar maupun yang palsu sifatnya.
B.3 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat” yang menunjuk pada warga sebuah desa , kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok itu  besar atau kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan kebutuhan seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi apabila ia hidup bersama-sama rekan lainnya yang sesuku.
Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat adalah suatu wilayah kehidupan social yang ditandai oleh suatu derajat hubungan social yag tertentu. Dasar-dasar masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut. Unsure-unsur perasaan komuniti antara lain seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan.
Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan yaitu:
1.      Jumlah penduduk,
2.      Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
3.      Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, dan
4.      Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Kriteria diatas dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam-macam jenis masyarakat setempat yang masyarakat pedesaan dan perkotaan. Dalam masyarakat yang modern sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern betapapun kecilnya suatu desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota-kota begitupun sebaliknya.
Seseorang boleh saja berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi merupakan masyarakat perkotaan. Hal itu kurang tepat karena banyak pula daerah yang berpenduduk padat yang tidak dapat digolongkan kedalam masyarakat perkotaan.[8]
Warga pedesaan suatu masyarakat yang mempunyai hubungan lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat. System kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sitem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian. Walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, dan tukang membuat gula pada intinya pekerjaan petani adalah pertanian.
Di dalam masyarakat perkotaan terdapat perbedaan perhatian, khususnya keperluan hidup. Di kota yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memerhatikan fungsi makanan, pakaian, rumah, dan sebagainya. Hal ini sudah bebbeda dengan pandangan orang kota. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya.

C.    Hubungan pendidikan dengan antar kelompok
Pendidikan merupakan saluran mobilitas sosial yang juga dapat menentukan status seorang individu dalam suatu kelompok. Masyarakat atau kelompok akan memposisikan individu tersebut sesuai tingkatan pendidikannya. Misalnya untuk masyarakat pedesaan, lulusan SMA biasa merupakan jenjang teratas di kalangan mereka karena kebanyakan mereka tidak sekolah. Orang tersebut biasanya dijadikan sebagai penasihat untuk urusan-urusan tertentu. Hal yang berbeda jika tamatan SMA tersebut dalam komunitas orang kota yang kebanyakan mereka telah mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Status tamatan SMA terasa sangat rendah.
Meskipun tidak dapat dipungkiri, jenjang pendidikan belum dapat mewakili kearifan dan keilmuan seseorang. Tetapi paling tidak, jenjang pendidikan dapat menjadi ciri individu yang satu dengan yang lain untuk kemudian menempatkan status mereka dalam suatu kelompok atau masyarakat.[9]
Kecemburuan dan persaingan tidak sehat antar kelompok juga dapat memicu timbulnya masalah antar kelompok di sekolah. Istilah gang menjadi trend anak sekolah saat ini. Gang adalah representasi dari keakuan siswa dalam lingungan pergaulannya di sekolah. Ikatan psikologis-emosional sering menyebabkan terjadinya perkelahian antar pelajar meskipun hanya karena persolanan sepele. Hal ini dapat dimaklumi dari tinjauan psikologis dimana perkembangan peserta didik dimasa itu merupakan babak pencarian jati diri sehingga cenderung tidak stabil, emosional, dan mau menang sendiri.
Dari beberapa masalah diatas dapat disimpilkan bahwa banyak kesadaran masyarakat yang kurang menyadari dan kurang peka terhadap adanya hubungan antar kelompok. Terlebih lagi masalah yang sering terjadi dalam hubungan antar kelompok di sekolah adalah tersisihnya kelompok minoritas, persaingan tidak sehat, gang, dan kecemburuan.
Salah satu aspek yang biasa terlupakan oleh sekolah adalah memupuk hubungan sosial di kalangan
 murid-murid. Biasanya sekolah terlalu fokus pada peningkatan kualitas akademik saja. Program pendidikan antar murid, antar golongan ini bergantung pada sruktur sosial murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan kelompok-kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk yang multi rasial, menganut agama yang berbedabeda, dan mengikuti adat kebiasaan yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan kedudukan sosial dan ekonomi.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan secara luas dan umum dimengerti sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa.
Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu persyaratan, yaitu kesadaran akan persamaan diantara mereka. Di dalam kelompok jenis ini belum ada kontak dan komunikasi diantara anggota, dan juga belum ada organisasi. Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan yaitu jumlah penduduk, luas kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman, fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, dan organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Pendidikan merupakan saluran mobilitas sosial yang juga dapat menentukan status seorang individu dalam suatu kelompok. Masyarakat atau kelompok akan memposisikan individu tersebut sesuai tingkatan pendidikannya.

B.     Saran
Demikian makalah mengenai pendidikan dan hubungan antar kelompok. Tentu di dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah berikutnya. Semoga bermanfaat











DAFTAR PUSTAKA

  Anas Salahuddin. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2011
  Darmaningtyas. Pendidikan Pada Dan Setelah Krisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 1999
Hasbullah. Dasar-dasar Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2012
  Kahar Utsman. Sosiologi Pendidikan. Kudus: STAIN Kudus. 2009
Soekanto dan Soeryono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 1982
https://bukunnq.wordpress.com//pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok/. Diakses tanggal 21 September 2015 pukul 13.00



[1] Hasbullah, Dasar-dasar Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, hlm.1.
[2] Darmaningtyas, Pendidikan Pada Dan Setelah Krisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1999, hlm.3.
[3] Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011, hlm.21.
[4] Darmaningtyas, Op, Cit,. hlm.4-5.
[5] Kahar Utsman, Sosiologi Pendidikan. Kudus: STAIN Kudus, 2009, hlm. 69.
[6] Soekanto dan Soeryono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Hlm.99-10
[7] Soekanto dan Soeryono, Op Cit, Hlm. 128-132
[8] Soekanto dan Soeryono, Op Cit, Hlm. 132-136
[9] https://bukunnq.wordpress.com//pendidikan-dan-hubungan-antar-kelompok/. Diakses tanggal 21 September 2015 pukul 13.00

No comments:
Write comments