Tuesday, April 26, 2016

Assiry : Sang Maestro Kaligrafi dari Ndeso

Siapa yang hari ini tidak mengenal Assiry, panggilan akrab Muhammad Assiry Jasiri, founding father sekaligus pimpinan Pesantren Kaligrafi Al Qur’an PSKQ Kudus Jawa Tengah. Dia adalah wong ndeso yang prestasi dan rejekinya mendunia, sang maestro kaligrafi dengan sejuta prestasi. Assiry merupakan putra ke 6 dari 9 saudara dari pasangan Sudiro Yasir dan Kadarsih warga desa Undaan Lor Kecamatan Undaan Kab. Kudus.


Bakat dari kecil
Di usia 5 tahun Assiry kecil tidak jauh berbeda dari anak-anak seusianya yang suka bermain dan bersenda gurau, tapi ada yang unik bahkan nyleneh dengan kebanyakan anak-anak lainya. Ia hobi corat-coret di kertas, papan tulis bahkan sampai dinding rumah tetangganya tak luput dari sasaran tangan kreatifnya. Sampai-sampai ia pernah dijewer oleh tetangganya. Hobinya melukis tidak sia-sia. Sejak taman kanak-kanak Assiry kecil kerap meraih juara lomba melukis kategori anak-anak tingkat kecamatan.
Namun sayang, hobinya yang terfokus pada bidang seni membuat ia tidak menyenangi pelajaran berhitung dan angka-angka layaknya matematika dan fisika, ia hanya menyenangi mata pelajaran sejarah dan mengarang. Perkenalanya dengan dunia kaligrafi dimulai sejak ia masuk Madrasah Diniyah Ibtidaiyah di bawah asuhan dan bimbingan Kyai Abdul Hafidz.
Bakat seninya semakin terasah ketika ia masuk Madrasah Aliyah Negeri, disana Asiry muda mendapat gemblengan dari jawara-jawara kaligrafi seperti Ustadz H. Nur Syukron (peraih juara 1 kaligrafi nasional tahun 1994 di Riau). Disamping belajar di sekolah Assiry belajar kaligrafi pada Ustadz H. Nur Aufa Siddiq, berkat bimbingan kedua seniman kaligrafi tersebut, Assiry lebih banyak mengenal kaidah kaligrafi murni.

Prestasi Pengantar Kesuksesan
Pada tahun 1999 Assiry berhasil menorehkan tinta emas, terbukti dengan raihan juara 1 kaligrafi cabang Naskah tingkat Jawa Tengah dan secara otomatis ia mewakili Jawa Tengah pada MTQ Nasional di Palu Sulawesi Tengah meskipun hanya meraih juara harapan. Assiry tidak mengenal putus asa, keinginanya untuk total dan profesional dalam berkesenian mengantarkan pria ndeso ini hijrah ke Jakarta untuk belajar dan mendalami Ilmu Seni Rupa dan belajar melukis kepada kakaknya, Rosidi pendiri WADAH ART serta melanjutkan pengembaraan ilmunya pada tahun 2000 di Pesantren Kaligrafi Al Qur’an LEMKA, Sukabumi Jawa Barat di bawah bimbingan dan asuhan KH. Drs. Didin Sirojuddin AR selama satu tahun. Setelah melanglang buana ke berbagai tempat, hingga akhirnya ia memutuskan untuk nyantri di Pesantren An-Nidzom, Panjalu di bawah asuhan KH. Muhtar, karena keinginanya untuk mendalami kaligrafi secara total, Assiry akhirnya memutuskan untuk kembali belajar di LEMKA hingga tahun 2003.
Pada tahun 2002 pria kelahiran Kudus 06 Agustus 1978 ini kembali menuai buah kerja keras dan ketekunanya, sejak juara kaligrafi cabang naskah di Banten yang mengantarkanya ke Tanah Suci Makkah hingga menyabet juara 1 kaligrafi se Asia Tenggara yang di helat di Brunei Darussalam. Karirnya melesat sukses, puluhan gelar juara kaligrafi tingkat kabupaten maupun provinsi berhasil ia rengkuh dengan gemilang. Hingga klimaksnya pada tahun 2003 ia berhasil merengkuh gelar juara kaligrafi naskah di DKI Jakarta, dan juara 1 MTQ Nasional di Palangkaraya Kalimantan Tengah.


Sosok yang Haus dan cinta Ilmu
Assiry adalah pribadi yang haus akan khazanah keilmuan, bagaimana tidak setelah menuai prestasi yang tidak henti-henti ia tidak cepat puas diri, kembali ia mengembarakan diri mendalami Tilawah (seni baca Al Qur’an) di bawah asuhan Ustadz Adli Asari Nasution, di warung Nangka Bogor. Selain terus giat belajar, Assiry juga mendirikan galeri seni lukis ANUGERAH ART di daerah Caringan Bogor bersama kader-kader binaanya. Disamping mendirikan galeri seni Assiry bersama teman-temanya sempat memproklamirkan KUASS atau Komunitas Seniman Kudus dan berhasil mengkader lebih dari 1500 kaligrafer dan seniman, kegiatanya meliputi pementasan drama kolosal hingga lomba tilawah dan kaligrafi. Disamping itu ia juga menambah pengetahuan dunia pendidikan dengan melanjutkan study di STAIN Kudus dengan mengambil jurusan tarbiyah 2007-2012.

Mendirikan pesantren seni
Pemuda asli desa Undaan lor ini termasuk sosok yang all aout, total dalam berkarya dan menekuni suatu bidang keilmuan. Di tahun 2006 ia kembali menyabet juara 1 di tingkat Asia Tenggara di Brunei Darussalam pada tiga cabang berbeda sekaligus yaitu khoth Tsulust, Diwani dan Riqah. Sepulangnya dari Brunei di tengah iming-iming hadiah dan tawaran menjadi PNS, muncul niatnya untuk mendirikan wadah atau pesantren yang berkonsentrasi pada bidang seni rupa dan kaligrafi. Ide ini muncul atas keprihatinanya terhadap perkembangan kaligrafi dan seni rupa di Jawa Tengah yang cenderung stagnan, disamping itu tidak adanya perhatian dari pemerintah khususnya LPTQ Jawa Tengah. Hingga akhirnya tepat di hari Rabu Wage tanggal 17 Januari 2007, Assiry memperkenalkan lahirnya Pesantren Seni Rupa dan Kaligrafi Al Qur’an (PSKQ). Sebuah lembaga pendidikan pertama di Indonesia. Selain bergerak dalam bidang kaligrafi, para santrinya pun diajarkan berbagai disiplin ilmu sepertin seni murni, kreasi patung 3 dimensi hingga seni lukis teknik semprot airbrush.
Di tengah bergelimangnya prestasi yang ia dapatkan, Assiry memang sosok yang tidak cepat puas. Terbukti ia masih mempunyai cita-cita luhur dan mendamba mendirikan sebuah Universitas Seni Islam dan Kaligrafi pertama di Indonesia. Semoga !

No comments:
Write comments